Remaja sekarang, sastra dahulu dan teenlit terkini.
Kini bukanlah hal yang aneh jika remaja saat ini
kurang mengenali sastra. Kalau ditanya dari sekian banyak anak yang mengenal sastra bahkan
seberapa memahami betulkah tentang sastra bisa dihitung jari jika dipersempit
lagi kuotanya. Nah, mengapa ? ada beberapa banyak faktor mengapa remaja kurang
menggauli sastra. Mayoritas sastra itu sulit untuk memahaminya, perlu
berulang-ulang membaca karya sastra itupun tidak menjamin untuk lebih cepat memahami.
Banyak kata ‘susah’ pada karya sastra, hal kecil dari pengakuan remaja.
Padahal indonesia terkenal
banyak sekali karya sastranya. Apalagi zaman yang semakin tidak mendukung,
maksud dari tidak mendukung disini adalah indonesia semakin berkembang dengan
teknologinya yang otomatis menyebabkan remaja semakin menjauhi karya sastra. Ini
sebuah fenomena yang ironis. Remaja perkotaan bahkan pedesaan sekalipun kurang
peka terhadap karya sastra yang terdahulu. Dimulai sapardi joko damono, sultan
ali syahbana dan para sastrawan yang lainnya nama-nama itupun asing ditelinga
mereka. Remaja sekarang merasa tidak perlu membaca sastra, buat apa sih katanya
? apa untungnya ? toh indonesia maju bukan karena sastra bla bla bla beberapa
pengakuan dari mereka. Dasar dan teori-teori sastra, paradigma para sastrawan
terdahulu hanya sebatas ilmu angin artinya remaja mayoritas siswa yang diajarkan
disekolah hanya sebatas formalitas tanpa ada pradigma penekanan khusus sehingga
kurang membuahkan hasil dalam bentuk kreativitas-kreativitas remaja. Pada sisi
lain, sastra itu merupakan cermin kehidupan dipertegas kembali salah satu teori
aristoteles yang
menyebutkan bagaimanapun juga sastra menampilkan
kenyataan sosial karena dunia yang diciptakan di dalam karya sastra merupakan
cerminan gambaran, gagasan, perasaan yang ada di dalam diri manusiaakan
dunianya sedangkan karya sastra sendiri adalah bentuk pelibatan diri atau
reaksiseorang sastrawan terhadap apa yang terjadi di dalam masyarakat. Ia juga
bersikukuh bahwa jika ada penyimpangan di dalam suatu karya terhadap realitas masyarakat,sebenarnya itu tidak menyalahi status bahwa karya
adalah cerminan masyarakat karena yang dianggap sebagai penyimpangan
bukanlah bentuk kontras dari realitas masyarakat.Seorang pengarang yang
karyanya dianggap menyimpang
dari realitas
masyarakatnyapada saat penciptaan justru memproyeksikan realitas
masyarakat di dalam gambaran. Artinya sastra tanpa disengaja dan disengaja pun
tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan. Pradigma inilah yang seharusnya selalu
melekat dalam remaja.
Namun dalam perjalanannya, remaja sekarang menghiraukan, lebih menggemari
membaca teenlit terkini. Teenlit yang ada lebih renyah, mudah dipahami bahkan
sama persis dengan apa yang dialami oleh remaja saat ini. Tidak salahnya teenlit
lebih jauh digandrungi saat ini.
Hal ini sebaiknya perlu diperhatikan khususnya
dalam perkembangan generasi muda. Jika
kita lihat dari fakta dan teori yang ada tentang sebab menurunnya minat baca
remaja khusunya terhadap bacaan sastra dapat dicari jalan keluarnya dengan
memberikan suatu inovasi baru lagi dalm jenis-jenis bacaan yang dapat menarik
minat. Selain itu sosialisasi tentang baca juga harus lebih ditingkatkan lagi.
No comments:
Post a Comment